Selasa, 28 Desember 2010

TEORI KONTINJENSI, SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN, OUTCOME PERUSAHAAN , PRESTASI DAN RAMALAN


PENDAHULUAN
Tujuan artikel ini adalah untuk menguji keterkaitan teori kontinjensi dengan sistem pengendalian manajemen.  Fokus dari artikel ini adalah pengendalian di tingkat manajjer (yaitu : pusat laba, divisi dan para manajer unit bisnis strategis).  Pengendalian manajemen di gambarkan sebagai pengendalian manajer terhadap manajer lain.  Hal tersebut adalah proses dimana para manajer tingkat perusahaan memastikan bahwa para manajer tingkat menengah menyelesaikan strategi dan tujuan organisasi (merchant, 1989).  Pengendalian dapat diterapkan pada berbagai tingkat dalam suatu organisasi dan pengendalian yang dibutuhkan mungkin berbeda di antara tingkat tersebut.  Riset terdahulu telah menemukan perbedaan sistematis antara pengendalian di tingkat perusahaan, tingkat manajer dan tingkat operasiona (Ansari, 1977, Anthony, 1965, Walsh dan Seward, 1990).  Pengendalian tingkat perusahaan berlaku bagi CEO dan pimpinan yang lain dalam perusahaan.  Pengendalian operasional diterapkan pada eselon yang lebih rendah dalam organisasi untuk memastikan kinerja mereka. Issue pengendalian di tingkat perusahaan dan tingkat operasional berbeda secara significan dari isu pengendalian manajerial (Anthony, 1965).  Sebagai contoh, pengendalian manajerial cenderung untuk memusatkan perhatian padsa ukuran keuangan di banding penegndalian di tingkat operasional yang cenderung lebih jarang (Atkinson et. Al., 1997).
Walaupun banyak para eksekutif perusahaan ingin untuk membuat semua keputusan secara terpusat, hal tersebut tidak tidak mungkin dilakukan, sebab manajer sering mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi yang relevan dengan keputusan dibanding level eksekutif.  Oleh karena itu banyak keputusan bisnis dibuat di level organisasi yang lebih rendah (Arrow, 1964). Pengendalian efektif mendorong para manajer utnuk membuat keputusan yang memenuhi tujuan organisasi. Tanpa penegndalian sesuai, para manajer mungkin membuat keputusan yang merugikan perusahaan sebab tujuan pribadi mereka mungkin berbeda dengan tujuan perusahaan, mereka mungkin tidak memahami apa yang diharapkan dari mereka, atau tugas yang dibebankan di luar kemampuan tau ketrampilan mereka (Alchian Dan Demsetz, 1972). Pengendalian terpisah dari aspek perencanaan.  Perencanaan menentukan tujuan sedangkan pengendalian mencoba untuk memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. 

TEORI PENGENDALIAN KONTINJENSI
Teori kontinjensi membantah bahwa desian dan penggunaan sistem pengendalian adalah kontinjensi, terhadap konteks pebgaturan yang organisasi dimana pengendalian di operasikan.  Suatu titik temu antara sistem pemgendalian dan variabel kontinjensi kontekstual dihipotesakan untuk meningkatkan kinerja organisasi (individu).  Teori kontinjensi muncul sebagai jawaban atas pendekatan yang universalistics yang membantah bahwa desainpengendalian yang optimal dapat diterapkan dalam perusahaan secara keseluruhan.  Pendekatan pengendalian yang universalistics adaaalah perluasan teori manajemen ilmiah yang alami.  Prinsip manajemen ilmiah menyiratkan satu cara terbaik untuk mendesai proses operasional dalam rangka memaksimalkan efisiensi. Secara nyata Copley, (1923) menyatakan bahwa pengendalian adalah yang pusat gagasan dari manajemen ilmiah.  Perkembangan prinsip operasional ini ke sistem pengendalian manajemen menyiratkan bahwa harus ada satu sistem pengendalian terbaik yang memaksimalkan efektivitsa manajemen dan hanya stu setting kontinjensi.  Banyak dari model portofolio dalam perumusan dam implementasi strategi didasarkan pada pandangan yang universalistic tersebut. Dengan bukti empiris hubungan pengendalian kontinjensi, pandangan yang universalistic tidak nampak seperti uraian sistem pengendalian yang sah.  Pada sisi lainyang ekstrim, pendekatan situation-specific membantah bahwa faktor yang mempengaruhi sistem pengendalian adalah sedemikian unik sehingga aturan umum model tidak bisa diterapkan. Peneliti dipaksa untuk mempelajari masing-masing perusahaan dan sistem pengendalian secara individu dan para pndukung dasar pemikiran ini cenderung untuk melakukan riset kasus.
Pendekatan kontinjensi diposisikan di antara kedua ekstrim ini.  Menurut teori kontinjensi, kelayakan dari sistem pengendalian yang berbeda tergantung pada setting bisnis tersebut. Bagaimanapun, berlawanan dengan model situation-spesific, generalisasi sitem pengendalian dapat dibuat untuk bisnis secara luas.

Variabel Kontinjensi
Mengembangkan suatu model kontinjensi memerlukan suatu basis yang membagi setting kompetitif ke dalam kelas terpisah, dan ada pekerjaan kecil untuk mengindetifikasi variabel kontinjensi yang relevan. Suatu variabel kontinjensi terkait dengan level (dimana binis yang berbeda pada variabel itu juga memperlihatkan perbedaan utama bagaimana atribut pengendalian atau tindakan berhubungan dengan kinerja.  Dalam menentukan strategi, hofer (1975) memperkenalkan 54 faktor kontinjensi mungkin, dimana masing-masing faktor yang diasumsikan hanya mempunyai dua kemungkinan nilai.  Ia menyatakan bahwa hal ini mengakibatkan 18 milyar pengaturan yang mungkin dibuat.  Sebagai jawaban atas masalah ini, ia berspekulasi bahwa beberapa variabel kontinjensi mendominasi variabel kontinjensi yang lain.  Yang disayangkan hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya dominasi antar variabel kontinjensi, dan riset pengendalian akuntansi hanya menguji suatu subset kecil dari 54 varianel konijensi Hofer (1975).  Kebanyakan variabel kontinjensi tercakup dalam studi empiris pengendalian yang telah terpilih dalam suatu basis khusus.
Gambar 1 menunjukkan faktor kontinjensi dari berbagi studi terdahulu tentang pengendalian manajemen. Katagori yang pertama terdiri dari variabel yang berhubungan dengan ketidakpastian. Sumber ketidakpastian yang utama meliputi tugas dan ketidakpastian lingkungan eksternal.  Ketidakpastian tugas adalah  suatu fungsi dari tindakan seorang manajer untuk mendapatkan hasil yang diharapkan (Hirst, 1981).  Ketidakpastian tugas serupa dengan pengetahuan proses perubahan bentuk yang digambarkan oleh Ouchi (1977).  Jika suatu penilai memahami proses mengubah masukan ke dalam keluaran, penilai dapat menetapkan tindakan yang diperlukan oleh yang dievaluasi dan ini menyiratkan bahwa pengetahuan proses perubahan bentuk adalah tinggi.  Berbagai kata sifat yang diusulkan oleh peneliti untuk menggambarkan lingkungan yang eksternal terutama yang berkaitan dengan ketidakpastian. Berbagai dikotomi digunakan utnuk menggambarkan lingkungan eksternal seperti : tertentu vs tidak-pasti, statis vs dinamis, sederhana vs kompleks dan tenang vs turbulent. Sebagai tambahan, variabel makro dari ketidakpastian lingkungan mempunyai banyak segi yang mendasari.  Sebagai contoh, hubungan dengan pelanggan, para penyalur, pasar, pekerjaan dan para petugas pemerintah semua mempunyai dampak terhadap ketidakpastian lingkungan.
Katagori yang kedua terdiri dari variabel kontinjensi, berhubungan dengan interdependensi dan tehnologi perusahaan.  Hal ini meliputi definisi tehnologi yang dikembangkan oleh Woodward (1965) dan perrow (1967) membagi teknologi ke dalam batch kecil, batch besar, memproses tehnologi dan katagori produksi massal.  Menurut Perrow (1967) definisi teknologi didasarkan pada banyaknya pengecualian dalam memproses produk atau jasa memproses dan sifat alami dari proses ketika pengecualian ditemukan.  Sebagai tambahan, Thomson (1967) membantah bahwa salah satu komponen kunci tehnologi perusahaan adalah saling ketergantungan antara subunit perusahaan tersebut.  Pooled, sequential dan saling ketergantungan timbal balik adalah katagori yang khas dalam kerangka ketergantungan ini (Fisher, 1994).
Kategori yang ketiga terdiri dari industri, perusahaan dan variabel unit bisnis seperti ukuran, diversifikasi dan struktur. Studi industri sudah menguji pengendalian pada pabrikasi, jasa keuangan serta riset dan pengembangan perusahaan.  Diversifikasi mengacu pada tingkat keanekaragaman dalam suatu lini produk dan atau struktur perusahaan.  Struktrur perusahaan telah dichotomikan antara multi-divisional (M-Form) dan fungsional (U-Form) Perusahaan (Hoskisson et Al, 1990). Seperti dicatat oleh Hofer (!(&%), ada banyak orang variabel potensial dalam perusahan, industri dan Unit Bisnis Strategis (SBU) kategori.
Kategori variabel kontinjensi yang keempat meliputi strategi persaingan dan misi. Kebanyakan riset strategi kontinjensi telah memusat pada klarifikasi yang telah diusulkan oleh Porter’s (1980), Miles dan Snow (1978) dan daur hidup produk klarifikasi Porter’s (1980) adalah biaya rendah, pembedaan dan fokus startegi persaingan. Miles dan Snow (1978) mengklarifikasikan unit bisnis kedalam pembela/pelindung, penyelidik dan kategori penganalisis. Kebanyakan riset pengendalian kontinjensi terpusat pada perbedaan antara penyelidik dan pembela/pelindung (Simon, 1987). Klarifikasi Daur hidup produk terdiri dari membangun, [memegang/menjaga], memanen dan kategori strategi divest.
Kategori lain yang telah diuji literatur pengendalian adalah faktor observability. Variabel ini mula-mula diusulkan oleh Thomson (1970) dan kemudian oleh Ouchi (1977) dan yang lain (Rockness and Shields, 1984). Seperti dicatat oleh ahli teori organisasi dan agen, dalam evaluasi kinerja, suatu isyarat dari seorang pekerja atau unit bisnis diukur, dievaluasi dan dikompensasi. Isyarat mengukur dapat dari tindakan karyawan dan dari hasil tindakan. Peneliti terdahulu menyiratkan perilaku mengendalikan, yang belakangan menyiratkan pengendalian keluaran. Observabillitas (tentang perilaku atau hasil) menyiratkan pengendalian itu dapat ditempatkan hanya pada variabel yang kelihatan oleh penilai tersebut.
Daftar kontinjensi tidak harus dipertimbangkan menyeluruh karena tidak semua faktor kontinjensi dapat diidentifikasi. Peneliti Strategi sudah mendaftar banyak faktor kontinjensi yang mungkin mempengaruhi implementasi strategi .( Hambrick Dan Lei, 1985 ; Hofer 1975). Variabel yang sama ini mungkin juga mempengaruhi efektivitas sistem pengendalian. Sebagai tambahan hubungan antar variabel kontinjensitidak dipahami dengan baik. Sebagai contoh ketidakpastian dalam lingkungan eksternal adalah suatu variabel kontinjensi yang sangat luas dan mungkin berhubungan dengan beberapa faktor kontinjensi lain. Dalam dukungan terhadap pernyataan ini, Fisher dan Govindarajan (1993) membuat hipotesa bahwa strategi yang terpilih oleh suatu unit bisnis strategi (SBU) akan mempengaruhi tingkat ketidakpastian lingkungan eksternal yang dihadapi SBU tersebut.

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Pengendalian digunakan untuk menciptakan kondisi yang memotivasi organisasi tersebut untuk mencapai hasil diiinginkan atau yang ditetapkan terlebih dahulu. Salah satu kesulitan dalam mendiskusikan sistem pengendalian manajemen adalah kerancuan dan pertentangan dalam melukiskan suatu sistem pengendalian.  Oleh karena itu banyak definisi pengendalian maka sulit membandingkab dan mengintegrasikan studi pengendalian.  Pengendalian organisasi tekah digambarkan sebagai tindakan atau aktifitas yang diambil untuk mempengaruhi agar orang bertindak sesuai dengan tujuan organisasi (Flamholtz, 1983).  Dalam definisi ian yang luas ini, banyak atribut organisasi dapat dipertimbangkan untuk pengendalian terkait. Yang lain berargumentasi bahwa pengendalian memusat pada dua pertanyaan berikut : Apakah (1) strategi diterapkan seperti yang direncanakan, dan (2) hasil yang diproduksi sesuai dengan yang diharapkan (Schreyogg dan Steinmann, 1987).
Giglioni dan Bedein (1974) menyatakan bahwa pengendalian  dalam organisasi yang kompleks terdiri atas dua jenis.  Satu jenis mengarahkan para bawahan dalam aktivitas mereka.  Hal tersebut diterapkan secara terbuka, dengan program dan prosedur operasi baku.  Sebagai tambahan, pengendalian jenis ini digunakan melalui struktur perusahaan, kultur perusahaan dan kebijakan sumber daya manusia (perekrutan, keterampilan dan kebijakan penghentian).  Sebagai contoh, struktur perusahaan dapat dipandang sebagain suatu proses kerjasama dalam pengawasan dengan kelompok individu untuk mencapai tujuan yang memerlukan usaha hubungkan (Otley dan Berry, 1980).
Jenis pengendalian yang kedua adalah cybernetics dan banyak pengarang membantah pengawasan formal itu harus cybernetics secara alami (Green dan Weish, 1988).  Cybernetics digambarkan sebagai suatu sistem dimana standar penilaian kinerja ditentukan, sistem pengukuran kinerja ditetapkan, prbandingan dibuat antara standar, umpan balik dan kinerja aktual kemudian informasi disediakan untuk menjelaskan perbedaan tersebut.  Reeves dan Woodward (1987) juga membantah bahwa sistem pengendalian harus mempunyai cybernetics properties  :
Dalam literatur yang berkenaan dengan perilaku keorganisasian ada kerancuan dalam penggunaan kata mengendalikan.  Kebingungan muncul sebagian besar disebabkan karena pengendalian dapat juga berarti mengarahkan.  Pengendalian dengan tepat digambarkan semata-mata untuk memastikan bahwa aktivitas dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.  Pengendalian dalam hal ini terbatas pada monitoring hasil aktivitas, meninjau ulang informasi umpan balik tentang hasil, dan jika perlu mengambil tindakan korektif.
Pengendalian cybernetics meliputi sistem insentif dan sistem penganggaran keuangan formal yang mempunyai keterikatan dengan sistem pengendalian tersebut.  Ukuran kinerja yang menggunakan suatu sistem pengawasan formal mungkin meliputi ukuran keuangan seperti pendapatan netto, penghasilan dan target biaya, seperti halnya ukuran tidak keuangan seperti heatcount, jangka waktu siklus, dan penyerahan tempat waktu (fishe, 1992; Mc Kinnon dan Bruns, 1992).  Dalam banyak kasus sistem insentif dihubungkan dengan pengukuran kinerja dan merupakan suatu komponen umpan balik dari sistem pengendalian tersebut.  Literat Pengendalian Kontinjensi didasarkan pada premis bahwa suatu penandingan yang benar anatara faktor kontinjensi dan paket pengendalian perusahaan akan mengahsilkan out come yang diinginkan (yaitu, kinerja lebih tinggi).  Sistem kemudian memberi umpan balik ke strategi masa depan dan keputusan operasional.  Pengulangan umpan balik ini adalah konsistem dengan dugaan bahwa sistem pengendalian dapat mempengaruhi pembelajaran organisasi dan secara interaktif mempengaruhi strategi.

Sistem Pengendalian Cybernetics
Kebanyakan riset akuntansi tentang sistem pengendalian telah difokuskan pada sistem cybernetics, dan pengendalian berdasarkan anggaran keuangan telah menjadi sarana utama untuk sistem ini.  Atribut anggaran dalam riset terdahulu meliputi jumlah partisipasi manajer dalam menentukan anggaran tersebut, kebakuan achievabilas anggaran, apakah revisi kepada anggaran, diijinkan ketika anggaran dibuat, jumlah penyimpangan anggaran, ketegasan tujuan anggaran, frekwensi melaporkan hasil anggaran, dan pertalian antara target dan hasil anggaran.  Atribut Sistem Penganggaran ini juga dapat digunakan untuk sistem pelaporan non keuangan.  Dalam perbandingan dengan sistem penganggaran keuangan, riset yang telah diselesaikan relatif sedikit atas pengendalian cybernetics yang menyertakan ukuran non keuangan.
Dalam banyak perusahaan, sistem insentif menjadi bagian dari proses yang cybernetics karena merupakan suatu kompoenen kunci umpan balik untuk memproses tujuan utama suatu sistem penganggaran yaitu ketetapan informasi yang bermanfaat utnuk monitoring dan memotivasi personil.  Sebagai tambahan, Umapathi (1987) menyatakan bahwa mayoritas perusahaan menggunakan penilaian kinerja anggaran dalam menentukan insentif menejer.  Atribut insentif yang telah diuji kerangka kontinjensi meliputi ukuran-ukuran kinerja tersebut (yaitu, gaji, bonus, pilihan, dll), frekwensi pembayaran, dan tingkat kesubyektifan dalam menentukan insentif.  Sebagai tambahan perusahaan mungkin menyediakan penghargaan non moneter untuk penilaian kinerja anggaran.  Walaupun insentif keuangan hanya satu format penghargaan, riset akuntansi secara eksklusif telah menguji insentif dalam menetapkan umpan balik.  Riset masa depan perlu menguji anggaran untuk memberi  penghargaan selain dari insentif keuangan jangka pendek seperti promosi, retensi, penghentian, dan prestise manajer.

KERANGKA PENGENDALIAN KONTINJENSI
Gambar 2 menunjukkan suatu kerangka pengendalian kontinjensi yang sederhana.  Proses yang ditunjukkan menyiratkan bahwa proses adalah iterative (Simons, 1990). Suatu isu dipecahkan dalam mengembangkan suatu model pengendalian kontinjensi tentang pemahaman bagaimana faktor kontinjensi ditentukan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Faktor kontinjensi tertentu mungkin ditentukan oleh keputusan manajemen, yang lain mungkin ditentukan secara exogenous.  Pada beberapa titik waktu, organisasi nemilih pasar dimana perusahaan tersebut bersaing dan strategi dalam pasar itu, dan pada dasarnya mampu mengendalikan semua faktor kontinjensi. Bagaimanapun setelah menentukan strategi produk tertentu, banyak faktor kontinjensi tidak lagi di bawah pengendalian langsungorganisasi.  Oleh karena itu, determinasi faktor kontinjensi mungkin menjadi proses interaktive, sebagian dari faktor dipilih oeleh perusahaan,sedangkan yang lain adalah suatu hasil keputusan yang lalu dan faktor eksternal.  Sebagai contoh, tahap daur hidup produktelah dibantah sebagai suatu faktor kontinjensi penting untuk desain sistem pengendalian (Merchant, 1985).  Keputusan tentang untuk menempatkan produk tersebut pada rangkaian daur hidup produk adalah aneka pilihan strategis.  Pemilihan strategi ini mempunyai implikasi untuk variabel kontinjensi lain yang dihadapi  perusahaan tersebut.  Pemilihan strategi persaingan  mungkin secara parsial menentukan tingkst ketidakpastian lingkungan (Govindarajan dan Fisher, 1990).  Berdasarkan isu ini, Hambrick dan Lei (1985) mendiskusikan perbedaan antar lingkungan dan memposisikan faktor kontinjensi.  Bisnis hanya mempunyai sedikit atau tidak ada pengendalian atas faktor lingkungan dan faktor ini membentuk kontek dimana bisnis harus mengembangkan sistem pengendalian.  Manajemen telah dipengaruhi dalam memposisikan variabel dan pada akhirnya akan memilih variabel ini dalam jangka panjang.
Setelah perusahaan menetapkan tujuan dan faktor kontinjensi ditentukan, organisasi kemudian mencoba untuk mencapai tujuan perusahaan.  Perusahaan menggunakan paket pengendalian organisasi dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.  Sistem pengendalian cybernetics hanya satu bagian dari total paket pengendalian organisasi.  Penekanan pada unsur-unsur dalam paket ini mungkin mengurangi atau meningkatkan kebutuhan akan kepercayaan pada sistem pengendalian cybernetics.  Banyak faktor sistem pengendalian berdampak pada hasil organisasi dan faktor ini perlu ditempatkan atau dikendalikan secara hati-hati ketika secara empiris teruji hubungan antara variabel pengendalian dan hasil organisasi.  Setelah hasil diukur dan energi reward didistribusikan, informasi ini menjadi umpan balik bagi kerangka kerja dan mungkin berdampak pada keputusan perusahaan dimasa depan.

RISET PENGENDALIAN KONTINJENSI
Walaupun studi kontinjensi telah menyajikan pengertian yang mendalam atas sistem penemdalian, hasilnya belum dikembangkan kedalam suatu teori pengendalian manajemen yang diterima luas (Dent, 1990).  Ada beberapa pertimbangan untuk hasil less-then-devinitive.  Pertama pengendalian cybernetic adalah multidimensional dan menjadi bagian dari suatu total sistem pengendalian organisasi, dan pengalaman terdahulu hanya menguji subset  pengendalian  yang kecil.  Sebagai contoh, sebagian riset empiris terdahulu telah menguji satu sistem pengendalian tepat waktu.  Pendekatan menghasilkan riset yang mudah dikerjakan tetapi menyebabkan kesukaran dalam menginterprestasikan dan mengintegrasikan hasilnya kedalam suatu kerangka terpadu.  Jika pertalian antara sistem itu dan mekanisme pengendalian yang lain tidak cukup, pengendalian mungkin tidak akan memenuhi fungsinya sesuai dengan yang diharapkan.  Sebagai contoh, asumsikan bahwa ada dua mekanisme pengendalian berbeda yang mungkin diaktifkan untuk menjangkau suatu tujuan strategis tertentu.  Peneliti mungkin membuat hipotesa bahwa satu mekanisme pengendalian akan digunakan ketika tahapan suatu faktor kontinjensi ditentukan.  Bagaimanapun, banyak dari perusahaan sempel mungkin menggunakan mekanisme pengendalian lain dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.  Peneliti mungkin sampai pada kesimpulan  yang salah jika sistem pengendaliam lain tidak tercakup dalam analisa tersebut.
Beberapa pengarang sudah menyerapkan bahwa hubungan antara sistem pengendalian dapat diterangkan oleh meta variabel.  Keberadaan meta variabel  yang potensial menyiratkan bahwa hubungan antara organisme pengendalian adalah komplementer dan pengendalian itu akan menguatkan sistem (Merchant, 1985).  Sebagai contoh banyak pengarang sudah membahas perbedaan tersebut antara pengendalian “tight” vs “loose”.  Suatu sistem pengendalian ketat pada umumnya mempunyai target anggaran yang sukar untuk dicapai, tidak mengijinkan revisi target, dan mengijinkan penyimpangan yang kecil atas target.  Jika suatu sitem pengendalian digambarkan sebagai “ketat” semua mekanisme pengendalian yang digunakan adalah “ketat”.  Mete variabel lain yang telah dibahas riset terdahulu meliputi pengendalian obyektif vs subyektif, mekanistis vs organik, jangka pendek vs jangka panjang, interaktif vs terprogram dan administratif vs pengawasan antar pribadi.  Hubungan yang potensial anatar meta variabel ini belum ditetapkan.  Sebagai contoh, suatu sistem komplementer, peneliti lain menyataakan bahwa sistem pengendalian mungkin substitutable (Dant, 1990 ; Ouci, 1977) Sistem substitutable menyiratkan bahwa tidak semua kebutuhan sistem diaktifkan secara serempak dan mungkin ada berbagai pengendalian yang memberikan hasil yang sama bagi perusahaan. 
Kedua alasan untuk mudah dikerjakan. Kebanyakan riset telah menguji hanya satu faktor kontinjensi yang sama. Hal tersebut sukar unutuk membongkar hubungan sebab akibatdan hubungan diantara penggunaan variabel kontinjensi yang digunakan dalam pendekatan ini.  Banyak faktor kontinjensi mungkin punya korelasi yang kecil, yang mungkin menimbulkan konflik kontinjensi.  Berbagai pendekatan kontinjensi mengakui sistem pengendalian harus dikhususkan utnuk berbagai faaktor kontinjen (Gresove, 1989).  Jika permintaan menempatkan sistem pengendalian dengan konflik faktor kontinjensi, prekerjaan menghubungkan sistem pengendalian dengan semua faktor kontinjensi dalam suatu desain secara langsung tidaklah mungkin.  Tarik menarik dalam konflik kontinjensi harus dipertimbangkan dalam rancang sistem pengendalian tersebut.
Ketiga, ketiadaan data base yang ada yang dapat diakses dari tehnik statistik yang canggih membuat kesulitan untuk menguji apapun diluar hubungan yang sederhana.  Kontras dengan area riset lain yang mempunyai data yang relatif mudah dapat diakses, peneliti teori kontinjensi pada umumnya harus membangun data base mereka sendiri.  Menanggulangi daya tahan perusahaan adalah satu rintangan utama dalam mengumpulkan data dengan mengira bahwa data tersebut ada.  Dalam banyak kesempatan, peneliti terpaksa memperoleh data melalui survai yang mungkin punya isu penyimpangan dan keandalan.

Klasifikasi Pengendalian Kontinjensi
Fisher (1995) mengklasifikasikan riset terdahulu berdasarkan tingkat kompleksitas analisa.  Leteratur pengendalian terdahulu dibagi menjadi empat kategori yang tergantung pada kontinjensi, pengendalian, dan variabel hasil yang tercakup studi tersebut.  Walaupun disain riset menjadi lebih rumit seperti peningkatan tingkat analisa, hal ini tidak menyiratkan bahwa suatu analisa tingkat 4 lebih baik daripada analisa tingkat1. Masing-masing tingkat riset mempunyai kelemahan dan kekuatan sendiri.  Gambar 3 menunjukan suatu contoh studi kontinjensi dengan tingkat kompleksitas analisa.  Beberapa studi berisi hasil pada berbagai tingkat.  Studi digambarkan oleh hasil riset yang paling tinggi.  Oleh karena itu, suatu studi yang mencakup hasil pada tingkat 1,2, and 3 akan digambarkan sebagai analisa tingkat 3. bagian yang berikut akan memperkenalkan empat tingkat ini bersama dengan suatu contoh dari tiap tingkat.

Analisa tingkat 1
Dianalisa tingkat 1, satu faktor kontinjensi dihubungkan dengan satu mekanisme pengendalian. Hipotesa yang khas meramalkan bahwa keberadaan suatu faktor kontinjensi akan mengakibatkan suatu peningkatan kemungkinan bahwa perusahaan suatu mekanisme pengendalian tertentu.  Tidak ada usaha yang dibuat untuk mengakses apakah korelasi antara faktor kontinjensi dan  mekanisme pengendalian mempunyai efek pada hasil perusahaan (walaupun kebanyakan dokumen berasumsi bahwa korelasi tersebut mendorong kearah kinerja lebih tinggi) atau jika mekanisme pengendalian dihubungkan dengan mekanisme pengendalain yang lain. Banyak riset terdahulu tentang analisa pengendalian kontinjensi mengikuti desain riset ini. Walaupun analisa ini telah menyajikan pengertian yang mendalam atas sistem pengendalian manajemen, hal tersebut menombulkan keraguan bahwatingkat ini akan menyediakan pengertian yang lebih mendalam kecuali jika variabel kontinjensi baru diketahui.
Suatu contoh dari pendekatan riset adalah penelitian Macintosh dan Daft (1987).  Studi ini mengaji hubungan saling ketergantungan antar departemen dan tiga unsur pengendalian: anggaran operasi, laporan statistik berkala dan prosedur operasi baku. Saling ketergantungan per depertemen telah diterapkan dengan mengacu pada Thomson’S (1967) tentang kerangka pooled, percontohan dan saling ketergantungan timbal balik. Dibawah kondisi saling ketergantungan pooled, departeman menekankan prosedur operasi baku. Departemen secara sekuen saling tergantung menekankan anggaran dan laporan statistik. Depatemen secara berbalasan saling tergantung melonggarkan pengawasan formal dan menekankan lebih pada format hubungan pengendalian. Macintosh dan Daft (1987) menyimpulkan bahwa peran sistem pengendalian mencerminkan suatu kecocokan antara kebutuhan akan informasi yang diciptakan oleh saling ketergantungan dan persediaan informasi yang disajikan oleh sistem pengendalian tersebut.

Analisa tingkat 2
Analisa tingkat 2 dari pengendalian menguji efek hubungan suatu mekanisme pengendalian dan faktor kontinjensi dalam variabel hasil.  Dalam suatu studi yang khas, keberadaan faktor kontinjensi dan mekanisme pengendalian dihipotesakan untuk menghasilkan suatu peningkatan suatu efektifitas (atau ketidakefektifan ).  Simon (1987) menyatakan perbedaan sistem pengendalian yang diuji antara unit bisnis yang memanfaatkan strategi penyelidik atau pendukung tersebut.  Beberapa hipotesa atas studi ini menguji korelasi antara strategi unit bisnis (SBU) dan mekanisme pengendalian ( yaitu; yang mengukur analisa).  Pendukung SBU mendasarkan insentif pada prestasi targetanggaran dan sistem pengendalian adalah statis.  Penyelidik SBU, secara kontras memasang lebih dari arti penting untuk meramalkan data, pengaturan tujuan anggaran ketat, dan monintoring keluaran.  Simon (1987) menemukan suatu penandinagn antara suatu mekanisme pengendalian dan SBU strategi akan mengakibatkan kinerja lebih tinggi.

Analisa tingkat 3
Ditingkat analisa yang ketiga, efek hubungan dari faktor kontinjensi dan berbagai mekanisme pengendalian atas suatu variabel hasil ditujukan (Drazin Dan Van tidak Ven, 1985).  Analisa jenis ini berasumsi bahwa mungkin ada komplementer atau hubungan penggantian antara variabel pengendalian yang mungkin termasuk dalam berbagai mekanisme pengendalian dalam analisa tersebut.  Subtitusi Sistem pengendalian menyiratkan penggunaan mekanisme pengendalian berbeda dapat mencapai hasil ayang sama.  Pada sisi lain, sistem pengendalian komplementer digunakan menguatakan penunjukan beberapa mekanisme pengendalian digunakan dan sistem komplementer digunakan sebagai pengganti tergantung pada faktor kontinjensi perusahaan tersebut dan stategi pengendalian.
Banyak peneliti sudah mencatat kebutuhab akan analisa tersebut, tetapi sedikit hasil empiris yang telah dilaporkan.  Sebagai suatu contoh metodologo ini, Waterhouse Dan Tiessen (1987) menetapkan dua variabel kontektual yangtelah dihipotesakan untuk mempengaruhi desain sistem pengendalian: teknologi dan lingkungan.  Dua variabel itu telah dipertimbangkan akan mempunyai efek mandiri dan terpisah, tetapi pendapat itu tidak diuji.  Artikel ini menggunakan conceptualisasi teknologi yang berbeda dengan Perrow (1967) dan pengukuran teknologi bergerak dari rutin ke nonrutin.  Ketidak pastian lingkungan telah dipetakan pada suatu rangkaian dari yang saling tidak pasti kelingkungan eksternal dapat diramalkan.
Waterhose Dan Tiessen (1978) yang mengasumsikan, organisasi mencoba untuk memusatkan otoritas, menetapkan prosedur dan mempekerjakan pengendalian mekanistis. Jika teknologi perusahaan dikenal dengan baik dan lingkungan dapat diramalkan, suatu sistem pengendalian terpusat akan merupakan halang optimal.  Waterhouse Dan tiessen (1978) memberi sebagai suatu contoh dari sistem pengendalian mekanistis adalah suatu dasar sistem biaya dalam membangun suatu proses penganggaran ketat. Bagaimanapun dibawah 

PENDEKATAN KONTINJENSI
Pendekatan kontinjensi untuk akuntansi manajemen didasari oleh anggapan bahwa tidak ada sistem akuntansi yang tepat secara universal yang dapat digunakan oleh semua organisasi dalam berbagai keadaan.  Sistem akuntansi yang tepat tergantung pada keadaan khusus dimana organisasi tersebut berada.  Oleh karenanya teori kontinjensi harus mengidentifikasikan aspek khusus dari sistem akuntansi perusahaan dimana keadaan dapat didefinisikan dengan pasti dan sistem dapat dicobakan dengan tepat.
Walaupun kerangka kontinjensi adalah hal baru, tapi Hongren pernah mengulasnya tahun 1972, hanya saja Hongren tidak menyediakan panduan mengenai bagaimana desain tanggungjawab bersama ini dijalankan.  Dermer 1977 menyatakan bahwa desain sistem perencanaan dan pengendalian sangatlah spesifik.  Tulisannya tidak untuk menunukkan pada para perancang sistem tentang apa yang harus dilakukan tetapi untuk menunjukkan berbagai kemungkinan fakta yang bisa dilakukan dalam berbagai situasi. 


TIMBULNYA FORMULA KONTINJENSI
Konsep teknologi, struktur organisasi, dan lingkungan diharapkan dapat menjelaskan mengapa sistem akuntansi berbeda untuk suatu situasi dengan situasi yang lain.  Ada dua pengaruh yang menyebabkan timbulnya formula kontinjensi :
  1. Pengaruh hasil penelitian empiris.

Efek Tehnologi
Simple atau tidaknya variable kontinjensi yang digunakan dalam akuntansi manajemen tergantung pada teknologi produksi, unit produksi, besar kecilnya batch, dan jenis produksi massa atau produksi terus menerus.

Efek Struktur Organisasi
Struktur organisasi berpengaruh terhadap bagaimana informasi anggaran digunakan.  Hopwood (1972) membedakan Budget Contrained yang menggunakan informasi akuntansi dengan Profit Conscious.  BC diasosiasikan dengan konsentrasi pada pekerjaan yang sangat tinggi, hubungan yang tidak dekat, dan perilaku menyimpang.  PC lebih fleksibel dan tidak diasosiasikan seperti di atas.

Efek Lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat menjelaskan perbedaan penggunaan informasi akuntansi.  Khandwalls (1972) menguji efek tipe persaingan yang dihadapi oleh perusahaan terhadap sistem pengendalian manajemen yang digunakan menemukan bahwa sistem pengendalian manajemen dipengaruhi oleh intensitas persaingan yang dihadapi.
  1. Pengaruh Teori Organisasi

Pendekatan yang saat ini populer yang berpengaruh pada perkembangan teori kontinjensi akuntansi manajemen adalah perkembangan teori kontinjensi dari organisasi.



KERANGKA EVALUASI TEORI KONTINJENSI AKUNTANSI MANAJEMEN

Variabel kontinjensi

Desain organisasi

Tipe sistem informasi akuntansi


Organizational Effectiveness

                                                                                               
KEBUTUHAN MINIMUM KERANGKA KONTINJENSI

Variabel kontinjensi
Variabel yang tidak dapat dipengaruhi oleh organisasi
Tujuan organisasi

Seperangkat pengendalian organisasi
Desain AIS

Desain MIS yang lain

Desain organisasi
Desain pengendalian yang lain

















Variabel intervening








Faktor lain










Organizational Effectiveness

IMPLIKASI PADA PENELITIAN

Akuntansi sebagai bagian dari sistem pengendalian
Studi tentang sistem informasi akuntansi yang efektif  berkembang seiring dengan berbagai studi tentang mekanisme pengendalian yang digunakan organisasi untuk mempengaruhi perilaku anggotanya  dan mempengaruhi hubungannya dengan pihak eksternal.  Otley & Berry (1980) mengidestifikasikan 4 karakteristik dalam proses pengendalian untuk pengendalian organisasi yang efektif ;
  1. Spesifikasi tujuan
  2. Ukuran keberhasilan tujuan
  3. Model peramalan yang mampu menunjukkan outcome dari kegiatan pengendalian
  4. Kemampuan dan motivasi untuk bertindak.

Organizational effectiveness / Efektifitas Organisasi
Penggunaan kerangka kerja pengendalian juga meningkatkan peranan penting dari efektifitas organisasi dan memusatkan perhatian pada sifat dasar dari tujuan  organisasi. Tujuan adalah bagian penting dari kerangka kerja kontingensi namun bukan karena tujuan sendiri adalah variable kontingen yang tampaknya mempengaruhi sifat dasar dari system akuntansi tapi juga yang lebih penting karena tujuan tersebut membentuk standar yang berlawanan yang mana  efek dari konfigurasi pengendalian yang berbeda harus dievaluasi. Istilah tujuan, kinerja dan efektifitas cenderung untuk digunakan sebagai tirai untuk menyembunyikan keitdak jelasan konseptual. Sangat penting untuk ditanyakan tentang sifat dasar tujuan organisasi dan mempelajari proses bagaimana tujuan tersebut dicapai dan oleh siapa tujuan tersebut dapat dipengaruhi.

0 komentar: